Thursday, July 30, 2009

CINTA DAN EGO REMAJA

Cinta adalah anugrah yang di berikan oleh tuhan kepada setiap manusia. Ego adalah sifat yang dimiliki oleh setiap manusia. Cinta dan ego memiliki hubungan yang sangat erat, khususnya bagi anak-anak yang baru memasuki usia remaja. Tetapi terkadang para remaja salah mengartikan makna dari cinta disebabkan oleh egonya. Atas dasar itulah saya menulis artikel ini.

Pengertian Cinta
CInta adalah perasaan menyayangi dan mengasihi yang dimiliki oleh siapapun. Baik itu kepada lingkungan, hewan, hobi, bahkan sampai kepada lawan jenis.
Ada beberapa istilah cinta yang ada di masyarakat luas, yaitu :

1. Cinta kepada lawan jenis sering disebut dengan “Jatuh Cinta”. Jatuh cinta dapat dirasakan oleh siapapun, kapan pun, dan di mana pun.
2. Cintanya anak remaja sering disebut dengan “Cinta Monyet”. Cinta monyet biasanya terjadi mulai dari usia 11-12 tahun. Tetapi terkadang ada anak-anak yang sudah mulai mengenal cinta pada usia yang masih muda, yaitu sekitar umur 7-8 tahun.
3. “Cinta pada Pandangan Pertama” adalah perasaan suka yang muncul pada saat pertama kali bertemu. Orang yang merasakan hal tersebut biasanya mengklaim telah dirinya telah jatuh cinta pada waktu pertama bertemu.
4. “Cinta Buta” adalah perasaan su

ka yang tanpa didasari apapun menyukai seseorang dan mau melakukan apapun untuknya tanpa melihat apa yang akan terjadi.

Ada beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Cinta.

1. Istilah yang digunakan untuk membuat suatu hubungan agar bisa dianggap resmi adalah “Pacaran”. Orang yang menggunakan istilah ini dapat menyebut orang yang dia sukai dengan sebutan “Pacar”.
2. “Cemburu” adalah prilaku marah atau lebih tepatnya tidak suka jika orang yang disukainya atau mungkin “Pacar”nya melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan seperti dekat dengan orang lain selain dengan dirinya. Istilah ini biasa diidentikkan dengan kata “Iri”. Ada juga yang namanya “Cemburu Buta”. Perasaan cemburu yang timbul tanpa didasari apapun atau bukti apapun.

Pengertian Ego
Ego adalah salah satu sifat umum manusia yang dimiliki oleh siapapun. Perasaan yang membuatnya ingin melakukan apapun untuk dirinya sendiri. Hal itu biasanya terjadi tanpa dia sadari. Takaran ke-Ego-an setiap manusia itu berbeda-beda, tergantung dari kemampuan orang tersebut apakah mampu menahannya atau tidak.
Faktor-faktor lain yang dapat membuat takaran keegoan setiap manusia berbeda-beda itu adalah sebagai berikut:

1. Faktor Lingkungan. Keegoan seseorang itu biasanya akan sulit terkontrol jika lingkungannya tidak mendukung. Seperti keadaan yang mengharuskannya untuk melakukan apapun untuk bisa mendapatkan yang terbaik untuk dirinya. Biasanya dikarenakan persaingan, baik itu persaingan untuk hidup maupun untuk uang, dan sebagainya.
2. Faktor Kebiasaan. Faktor yang ini masih berkaitan dengan Faktor Lingkungan. Faktor ini disebabkan oleh kemanjaan yang dibiasakan oleh orang tua kepada anaknya sehingga membuatnya merasa apapun bisa dia dapatkan.
3. Faktor Keturunan. Faktor ini ada karena ego adalah sifat yang dapat “diturunkan” kepada keturunannya. Jika ego orang tua besar maka biasanya ego anaknya pun akan besar juga. Begitupun sebaliknya

Hubungan Antara Ego dengan Cinta
Perasaan cinta yang akan kita bahas adalah cinta di kalangan remaja. Karena masa remaja adalah masa puncak keegoan seseorang. Ada beberapa fenomena yang menarik dari cinta di kalangan remaja. Seperti fenomena “Putus satu, masih banyak yang lain” dan fenomena “Selingkuh dan Playboy”. Hal-hal itulah yang akan kita bahas.

“Putus satu, masih banyak yang lain”
Anggapan para remaja tentang “Putus satu, masih banyak yang lain” memang tidak salah. Kata-kata itu mirip dengan pribahasa “Mati Satu, Tumbuh Seribu”. Tetapi dengan anggapan itu malah mungkin membuat dia bertambah sedih. Karena semakin sering dia pacaran, maka akan semakin sering dia sakit hati, kecuali jika dia telah menemukan orang yang setia.

Hal tersebut berhubungan erat dengan ego seseorang. Dengan pendapatnya “Putus satu, masih banyak yang lain” itu pun sudah menunjukkan keegoisannya. Karena kalimat itu pun bisa bermakna “Dia tuh gak ada apa-apanya, masih banyak yang lain kok!”. Meskipun itu juga bisa bermaksud untuk menyemangati diri agar tidak terpuruk dalam kesedihan. Tetapi dengan mengatakan begitu atau memutuskan hal seperti itu membuatnya tidak memikirkan perasaan orang lain.

“Selingkuh dan Playboy”
Kata ’selingkuh’ dan kata ‘playboy’ saya gabung karena ‘playboy’ itu tampaknya identik dengan selingkuh. Meskipun tidak semua orang yang selingkuh itu adalah playboy. Dan mengapa saya hanya menggunakan kata ‘playboy’ saja, dan tidak menggunakan kata ‘playgirl’. Karena hal yang paling sering kita jumpai itu adalah playboy, dan bagi saya para playboy adalah icon dari para peselingkuh.

Selingkuh adalah salah satu prilaku menyimpang dari suatu hubungan seperti pacaran. Selingkuh terjadi karena keegoisan seseorang yang tidak bisa dikendalikannya. Sehingga membuatnya tidak bisa berfikir tentang perasaan orang lain, baik itu pacarnya maupun selingkuhannya. Dampak buruk dari perilaku Selingkuh ini adalah tersakitinya perasaan orang lain yang ditinggalkannya untuk berselingkuh dengan orang lain.

Ada beberapa alasan mengapa orang mau berselingkuh.

1. Karena dia sudah merasa bosan dengan Pacarnya dan ingin mencari hiburan baru.
2. Karena gengsi dan ingin dianggap hebat oleh teman karena bisa memiliki banyak pacar.
3. Karena perasaan atau cintanya telah terbagi kepada orang lain, sehingga dia mau mengambil resiko dan berselingkuh.

Sedangkan Playboy adalah cap yang diberikan kepada seseorang yang suka berselingkuh. Tetapi kadang-kadang cap ini juga diberikan kepada orang yang suka gonta-ganti pacar. Playboy yang suka berselingkuh adalah orang yang memiliki sifat acuh kepada orang lain dan tidak peduli dengan keadaan orang lain, termasuk dengan siapa dia sedang berpacaran. Seorang Playboy akan berhenti menjadi Playboy jika dia telah menemukan orang yang cocok dengan dirinya. Biasanya itu di saat dia sudah memasuki usia dewasa yang sudah bisa dikatakan matang dan mengerti mana yang baik dan mana yang buruk.

Hal itu semua terjadi dikarenakan keegoisan semata. Hal-hal tersebut paling banyak dialami oleh remaja. Bahkan ada beberapa pihak yang membenci playboy dan terkadang mengklaim bahwa semua Laki-laki itu sama. Orang-orang yang seperti itu adalah orang memandang dengan sebelah mata tentang laki-laki. Memang tidak salah dia berpendapat begitu setelah dia mendapatkan hal menyedihkan seperti diduakan. Tetapi tidak semua manusia itu sama. Ada batas-batas dan kemampuan masing-masing manusia untuk menahan keegoisannya.

Bahkan ada pula yang menyalahkan cinta dan membencinya. Padahal sudah jelas bahwa yang bersalah itu bukan cintanya, tapi egonya. Sudah dijelaskan di atas bahwa cinta adalah perasaan kasih sayang yang sifatnya membuat kita merasa senang. Jika terjadi sesuatu yang mengakibatkan perasaan sedih, maka itu bukan berarti cinta yang berbuat. Jika ada yang pantas disalahkan, maka salahkanlah dirimu sendiri dan bertanya “Egokah aku?”. Apabila kau merasa dirimu tidak egois, maka bersabarlah bahwa kau akan mendapatkan yang terbaik.

Tetapi, ada hal yang lebih penting untuk kita ingat. Bahwa ego itu ada pada setiap manusia dan kita harus memakluminya. Khususnya pada hubungan seperti pacaran, keegoisan adalah suatu kewajaran bagi setiap remaja. Jika kau ingin sukses dalam bercinta, maka bersabarlah.(fs)

Sunday, July 26, 2009

MASUK TINGKATAN ENAM BUKAN BUANG MASA

JIKA tahun 1970-an dan 80-an, apabila mendapat tawaran ke tingkatan enam selepas keputusan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM), ia ibarat anugerah kerana berpeluang melanjutkan pelajaran lagi.

Malah, pelajar tingkatan enam dianggap senior di sekolah kerana ia tempoh dua tahun terakhir sebelum memasuki institusi pengajian tinggi (IPT).
Keputusan cemerlang dalam Sijil Tinggi Persekolahan Malaysia (STPM) juga melayakkan mereka mendapat keutamaan memasuki IPT.

Namun, itu kisah 10 atau 20 tahun lalu. Kini, dengan kebanjiran institusi pengajian tinggi swasta (IPTA), keghairahan untuk melanjutkan pelajaran ke tingkatan enam semakin lesu.

Ini ditambah kesukaran memasuki IPT berikutan jumlah pemohonan terlalu banyak, sedangkan kuota untuk menempatkan mereka terhad.

Pelajar di tingkatan enam turut merungut kerana perlu belajar mata pelajaran yang membebankan tetapi apabila mendapat keputusan STPM, mereka tiada peluang ke IPT.

Selain itu, untuk mendapat pekerjaan sukar kerana majikan atau sektor industri gemar mengambil mereka yang berkelulusan SPM.

Pelajar lulusan STPM dikatakan tidak kekal lama kerana mereka mempunyai kelulusan lebih tinggi.

Justeru, dengan perkembangan semasa, adakah pembelajaran di tingkatan enam masih relevan atau membuang masa?

Yang Dipertua Persatuan Kebangsaan Pengetua Malaysia, Azam Md Atan, tidak bersetuju belajar di tingkatan enam merugikan dan membuang masa.

Beliau berkata, pelajar lepasan SPM yang melanjutkan pelajaran ke tingkatan enam mengambil langkah bijak.

“Pelajar di tingkatan enam bertuah, malah sebelah kaki sudah terjamin ke IPTA.

“Mereka juga lebih bersedia sebelum meneruskan pengajian di universiti kerana sudah mendapat pendedahan awal di tingkatan enam,” katanya.

Azam yang juga bekas pelajar tingkatan enam berkata, pelajar yang memilih mengikuti pengajian peringkat diploma di IPTS berbanding tingkatan enam itulah merugikan masa belajar mereka.

“Dilihat keputusan STPM yang diambil pelajar tingkatan enam, mereka terus mendapat tawaran di peringkat ijazah dan hanya mengambil masa dua tahun.

“Ini berbeza dengan pengajian di peringkat diploma yang memakan masa tiga tahun dan jika mahu mengambil kursus ijazah, mereka perlu belajar setahun atau dua tahun lebih berbanding pelajar tingkatan enam.

“Ini membuktikan belajar di tingkatan enam menjimatkan masa,” katanya.

Cuma bezanya, pelajar tingkatan enam, mereka masih pelajar sekolah dan wajib memakai seragam sekolah seperti pelajar di tingkat satu, tiga atau lima.

Namun, katanya, ia tidak bermakna cara pengajaran dan pembelajarannya di tingkatan enam sama dengan pembelajaran di sekolah menengah.

“Walaupun berpakaian seragam sekolah, suasana pembelajaran di tingkatan enam berbeza kerana di peringkat ini, mereka diajar dan diasuh seperti pelajar universiti.

“Pemikiran pelajar tingkatan enam jauh lebih matang, malah dalam banyak aktiviti, mereka menjadi tonggak sekolahseperti debat, sukan atau aktiviti sosial,” katanya.

Jika kegagalan seseorang pelajar STPM dijadikan ukuran dan melabelkan pembelajaran di tingkatan enam membuang masa, itu tidak tepat.

Azam yang juga Pengetua Sekolah Datuk Abdul Razak (SDAR) Seremban berkata, pelajar tingkatan enam mempunyai usaha dan motivasi tinggi untuk berjaya ke peringkat lebih tinggi.

“Tiada istilah kegagalan bagi mereka kerana tingkatan enam ibarat prauniversiti dan bukan masa belajar sambil lewa.

“Memang ada pelajar tingkatan enam yang gagal dalam peperiksaan STPM tetapi ia salah mereka sendiri kerana tidak belajar bersungguh-sungguh,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pegawai Eksekutif Masterskill Education Group Berhad, Datuk Edmund Santhara,

berkata jika mereka ingin melanjutkan pelajaran di IPTA, melanjutkan pelajaran di tingkatan enam berbaloi.

Katanya, mereka yang ingin mengikuti bidang yang mempunyai kos pengajian mahal seperti perubatan tetapi tidak ditawarkan tempat di IPTA selepas SPM, tingkatan enam adalah tempatnya.

“Tetapi, jika mereka ditawarkan melanjutkan pelajaran di luar negara atau IPTS, pembelajaran di tingkatan enam membuang masa.

“Ini kerana, jika mereka tidak mencapai kriteria atau Purata Mata Gred Keseluruhan (CGPA) yang ditetapkan untuk sesuatu bidang, mereka tetap gagal mendapat peluang memasuki IPTA,” katanya.